METODE DAKWAH KONTEMPORER
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodelogi Dakwah
Disusun oleh:
1.
Alfina
Rahmawati (1640110002)
2.
Yatman
(1640110013)
3.
Villayanti
Futika Sari (1640110023)
4.
Desti
Widiana (1640110033)
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PRODI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama dakwah. Agama yang mendorong pemeluknya untuk
aktif melakukan dakwah. Maju dan
mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan
dakwah yang dilakukan. Dakwah menempati posisi tinggi dalam kemajuan agama
Islam. tidak dapat dibayangkan bila dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan
berbagai faktor terlebih pada zaman kontemporer ini.
Di era perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pola pikir masyarakat akan semakin kritis, terutama bagi golongan masyarakat
terpelajar yang banyak menemui perubahan. Mereka biasanya tidak tertarik pada ceramah-ceramah,
atau pengajian-pengajian yang bersifat umum yang cenderung monoton, tidak
rasional dan berulang-ulang, bersifat indoktrinasi dan menggurui. Bahkan
terkadang mereka mengkritik atau menentang penjelasan-penjelasan tentang ajaran
agama yang dalam anggapan mereka tidak rasional atau tidak bisa dibuktikan
secara akal atau ilmiah. Atas dasar kejadian tersebut maka perlu metode dakwah
yang sesuai dengan kemajuan zaman dan perkembangan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dari metode dakwah kontemporer?
2. Bagaimana problematika dakwah pada era kontemporer?
3. Bagaimana kondisi dakwah di Indonesia?
4. Apa saja metode yang digunakan dalam dakwah kontemporer?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui arti dari metode dakwah, problematika dakwah,
kondisi, dan metode yang tepat pada era kontemporer.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Metode Dakwah Kontemporer
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta”
(melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dari bahasa Jerman methodicay artinya
ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani metode berasal dari kata methodos
artinya jalan yang dalam bahas aarab disebut thariq. Metode berarti cara yang
telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.[1]
Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan
mengikuti petunujuk, menyuruh mereka berbuat baik jauh dari hal buruk agar
mendapat kebahagian di dunia dan akhirat.
Sedangkan
kontemporer menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pada waktu yang sama;
semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini:
Jadi metode dakwah kontemporer adalah cara-cara tertentu yang
dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan pada masa
kini seiring perkembangan zaman.
B.
Problematika Dakwah
pada Era Kontemporer
Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan dengan berbagai
problematika yang kian kompleks. Hal ini tidak terlepas dari adanya
perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan
manusia penuh dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang
berbeda dengan masyarakat kontemporer yang cenderung materialistik dan
individualistik.[2] Dalam kaitannya dengan strategi dakwah Islam,
maka yang diperlukan adalah suatu pengenalan yang tepat dan akurat terhadap
realitas hidup manusia yang sedang terjadi secara aktual dalam kehidupannya.
Jika realitas hidup itu beraneka ragam dan mengalami perubahan terus-menerus,
maka suatu strategi harus terbuka, sehingga dakwah tepat pada sasarannya.[3] Begitu
juga dengan tantangan dan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai
persoalan yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang.
Ada tiga problematika besar yang dihadapi dakwah pada era
kontemporer, yaitu:
1.
Pemahaman
masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih diartikan sebagai aktivitas yang
bersifat oral communication (tabligh) sehingga aktivitas dakwah lebih
berorientasi pada kegiatan-kegiatan ceramah atau tabligh. Mad’u harus
menyediakan waktu yang cukup untuk mengikuti kegiatan ceramah. Padahal di era
kontemporer ini, masyarakat banyak yang tidak memiliki waktu dikarenakan
kesibukan bekerja. Selain itu, ceramah dapat membosankan dan menjenuhkan, tidak
efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah disebabkan daya tangkap manusia
sangat terbatas, dan kelemahan-kelemahan lain yang terkait dengan kompetensi
yang dimiliki oleh seoang da’i.
2.
Problematika
yang bersifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang bukan hanya bersifat
rutinitas, temporal dan instant, tetapi dakwah membutuhkan paradigma keilmuan. Dengan
adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait dengan langkah-langkah
strategis dan teknis dapat dicari rujukannya melalui teori-teori dakwah. Selama
ini, aktivitas dakwah berjalan terus menerus tanpa menggunakan kerangka
teoritis yan jelas. Akibatnya, aktivitas dakwah berjalan tanpa perencanaan dan
evaluasi.
3.
Aktivitas
dakwah masih dilakukan secara sambil lalu atau menjadi pekerjaan sampingan,
jadi banyak muncul da’i yang kurang profesional. Banyak da’i yang gagap dengan
teknologi yang sedang berkembang, tidak adanya penelitian dan perencanaan yang
matang secara sistematis dan kurangnya koordinasi antar organisasi dan
perguruan tinggi yang bergerak di bidang dakwah.[4]
C. Kondisi Dakwah di Indonesia
Dakwah diIndonesia antara kajian yang bersifat akademik dengan realitas
dakwah yang ada dimasyarakat belum menunjukkan hubungan yang sinergis dan
fungsional. Di kalangan akademisi dan para pakar di bidang dakwah, mereka
mengkaji dakwah kebanyakan bertitik tolak dari sumber-sumber normatif. Meraka
belum membangun kajian yang bertitik tolak dari realitas yang ada dimasyarakat.
Kejadian-kejadian yang menimpa umat islam seperti kemiskinan, kerusuhan,
ketidak adilan, disintegrasi dan sebagainya belum menjadi perhatian.[5]
Para pelaku dakwah
dimasyarakat banak yang mengembangkan dakwah hanya melalui metode ceramah dan
ironisnya umat Islam sangan bangga dan tertarik dengan model ceramah yang penuh
tawa. Akibatnya dakwah dijadikan sebagai tontonan, dan bukan sebagai tuntunan.
Pada lembaga atau
organisasi yang mengatasnamakan lembaga keagamaan, belum menggunakan managemen
modern. Mereka belum mampu melakukan perencanaan dan eveluasi yang matang.
Umumnya mereka hanya mementingkan sisi kuantitas dibandingkan sisi kualitas
dari para jama’ahnya.
Belum lagi umat Islam
dibombardir dengan menjamurnya teknologi informasi yang muatan nilainya lebih
banyak dipengaruhi oleh masyarakat barat. Umat Islam hanya terjebak dan
terpesona dengan kecanggihan teknologi.
Secara realitas,
kondisi dakwah di indonesia belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Kalaupun
ada perkembangan pada tataran teoriris, namun hal itu belum memberikan masukan
yang berarti bagi perkembangan dakwah di Indonesia. Oleh karena itu, maju
mundurnya aktivitas dakwah di Indonesia sangat tergatung pada kemauan keras
umat Islam untuk melakukan perubahan.
D. Metode yang Digunakan dalam Dakwah Kontemporer
1. efektivitas dakwah bi al-lisan
Dakwah bi al-lisan
yaitu penyampaian informasi atas pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau
komunikasi langsung antara subyek dan objek dakwah). Yang dimaksud dengan
efektivitas dakwah bi al-lisan disini adalah apakah ceramah-ceramah agama yang
dilakukan oleh para da’i itu mempunyai manfaat nyata atau hanya sekedar
informasi verbal yang kurang memberi pengaruh terhadap obyek dakwah. [6]
a.
Berkaitan
dengan acara-acara ritual seperti khutbah jum’at, khutbah hari raya. Dikatakan efektif
karena ia merupakan bagian dari “ibadah”, selagi isi dan sistematikanya menarik
serta rentang waktunya ideal.
b.
Kajian/materi
yang disampaikan berupa tuntunan praktis dan disampaikan kepada jama’ah yang
terbatas baik jumlahnya maupun luasnya ruangan. Misalnya materi tentang
perawatan jenazah, cara berwudlu, cara sholat yang benar dan sebagainya.
c.
Disampaikan
dalam konteks sajian terprogram secara rutin dan memakai kitab-kitab sebagai
sumber kajian. Dikatakan efektif karena bahannya dapat dipercaya oleh dan
dipelajari lebih dalam oleh obyek dakwah. Dan sistem penyampaian maupun
penyerapan materinya oleh audience atau obyek dakwah secara bersambung,
sekaligus menghindari duplikasi materi yang bisa berakibat membosankan
audience.
d.
Disampaikan
dengan sistem dialog dan bukan monologis, sehingga audience dapat memahami
materi dakwah secara tuntus, setidak-tidaknya metode ceramah masih dapat
dikatakan efektif manakala diiringi dengan tanya jawab dua arah. Manfaat lain
di samping lebih komunikatif juga lebih semarak, lebih semangat dan lebih
menarik.
2.
Efektivitas dakwah bil al-hal
Dakwah
bil al hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW, terbukti bahwa pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan
adalah pembangunan Masjid Quba, mempersatukan kaum Ansor dan Muhajirin dalam
ikatan ukhuwah Islamiyah dan seterusnya. Dan dakwah bi al-Hal ini ternyata
sangat efektif.
Akan
tetapi sebagian besar umat Islam kurang memperhatikan efektivitas dakwah dengan
cara ini, sehingga mereka lebih suka berdakwah bi al-Lisan.
3.
Keteladanan
sebagai dakwah kontemporer
Salah satu dari dampak majunya ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah meningkatnya daya kritis masyarakat. Artinya mereka tidak lagi serba permisif
terhadap ide-ide yang datang dari manapun. Mereka akan semakin selektif dan
dinamis bahkan mampu melakukan kontrol sosial terhadap tokoh-tokoh
masyarakatnya.
Bagi
para da’i sebenarnya telah ada ketentuan yang dilakukan dalam al-Qura’an surat
al-Shaff ayat 2 dan 3 sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ
ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣
Hai oramg-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Inti ayat ini menghendaki agar
setiap orang yang beriman itu konsekuen, satu dalam kata dan perbuatan.
Terutama bagi seorang da’i, sebelum mengajak orang lain berbuat baik, maka
dituntut secara mutlak dia harus berbuat baik, maka dituntut secara mutlak dia
harus berbuat baik bagi dirinya, orang dekatnya baru untuk orang lain. Nabi berssabda
“Mulailah dari dirimu”.
Sebagian ulama mengemukakan beberapa
persyaratan bagi da’i dalam menunjang kesuksesannya antara lain:
a) Ilmu
pengetahuan agama dan umum yang luas dan ilmu pengetahuan khusus yang mendalam.
b) Memiliki
akhlak yang luhur dapat menjadi suri teladan di dalam masyarakat.
c) Mempunyai
kepribadian yang teguh dan utuh.
d) Mempunyai
pemahaman dan kesadaran yang baik tentang keadaan masyarakat yang dihadapi.
e) Memiliki
ilmu pengetahuan dakwah yang mantap.
Dapat disumpulkan bahwa seoarang da’i sedikitnya memiliki dua
persyaratan utama, yaitu persyaratan keilmuan dan persyaratan keprbadian untuk
dijadikan suri teladan bagi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
metode dakwah kontemporer adalah
cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai
suatu tujuan pada masa kini seiring perkembangan zaman. Ada tiga problematika besar
yang dihadapi dakwah pada era kontemporer antara lain:
a.
Problematika
yang yang bersifat oral communication.
b.
Problematika
yang bersifat epistemologis.
c.
Banyak da’i yang gagap dengan teknologi saat
ini.
Kondisi dakwah di Indonesia perlu
mendapat perhatian serius agar mampu menunjukkan kemajuan, harus ada kemauan
keras dari umat Islam untuk melakukan perubahan.Sedangkan metode yang digunakan
dalam dakwah bi al-lisan, dakwah
bil al hal akan berhasil jika ada daya kritis masyarakat. Dakwah bi al hal dianggap
lebih efektif dibandingkan dengan dakwah bi al lisan karena contoh perbuatan
lebih efektif dan mengena dibanding hanya sekedar kata.
DAFTAR PUSTAKA
Basit,
Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2005.
Mubasyaroh.
Dakwah Kolabiratif. Idea Press Yogyakarta. Yogyakarta. 2011.
Muriah,
Siti. Metodologi Dakwah Kontemporer. Mitra Pustaka. Yogyakarta. 2000.
Saputra,
Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2012.
[1] Wahidin
Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012,
hlm. 242.
[2] Abdul Basit, Wacana
Dakwah Kontemporer, pustaka pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 3.
[3] Mubasyaroh, Dakwah
Kolabiratif, Idea Press Yogyakarta, Yogyakarta, 2011, hlm. 108.
[4] Abdul Basit, Wacana
Dakwah Kontemporer, pustaka pelajar, purwokerto, 2005, hlm. 4-6.
[5]
Ibid, hlm. 29-32.
[6] Siti Muriah, Metodologi
Dakwah Kontemporer, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2000, hlm. 72-80.
NB: menerima kritik dan saran, bila ada sumber yang belum tercatat mohon masukannya.
Komentar
Posting Komentar